Ahlan Wa Sahlan Saudaraku.....

Salam Ukhuwah....

Semoga bermanfaat

Senin, 26 Desember 2011

"✿ܓ Di sini, di Dalam Jiwa Ini "✿ܓ

"ܓ Di sini, di Dalam Jiwa Ini "ܓ

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Alhamdulillah washolatu a’la Rosulillah.
Segala puja dan puji padaNya juga terhanurkan, Rabb yang memiliki kerajaan langit, Bumi dan yang ada diantara keduanya... atas segala Rahmat dan kasih sayang-Nya yang selalu melimpah dalam hidup kita, Shalawatpun terseru pada insan kekasih-Mu ya Rabb Sungguh hati ini pun Merindu......
                 Terpadam api biara majusi runtuh Istana kisra pasri
                Makkah diterangi cahaya putih  Tanda lahirmu wahai insan yang dicinta
                                Muhammad ya Rasulullah




sahabat fillah yang dirahmati Allah
Subhanallahu wa Ta'ala semoga setiap hembusan nafas yang hadir dalam diri selalu dalam lindungan,kasih sayang serta naungan cahaya hidayah-Nya hingga ruh berlepas dari jasad kelak..... Aamiin.







Saudaraku,
Kita banyak tahu tentang kebaikan. Bahkan kita sering ingin melakukannya. Tapi jujur saja, kita masih lebih sering gagal untuk menunaikannya. Seperti juga keburukan. Kita tahu bahwa itu tidak boleh dilakukan. Tetapi, mungkin saja kita justru terdorong untuk melakukannya. Kita sering lepas kendali mengawal diri sendiri.

Sulit mengatasi kecendrungan yang berulang kali mengajak pada suasana yang sebenarnya kita sendiri tidak ingin ada didalamnya. Entahlah, seolah ada kekuasaan lain yang lebih kuat dalam membentuk dan mengendalikan diri kita. Itulah inti masalah yang kita hadapi. Kita kerap gagal dan tak mampu mengendalikan diri kita sendiri. Tepat, seperti ungkapan orang-orang bijak, "Musuh kita adalah diri kita sendiri."

Padahal kemampuan mengendalikan diri, menurut Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, adalah parameter seseorang untuk bisa disebut kuat atau lemah. "Orang yang kuat itu bukan orang yang menang dalam pertarungan, tapi orang yang mampu mengendalikan amarahnya."

Amru bin Ahtam, seorang ulama di kalangan Tabi'in, menyebut orang yang mampu menundukkan nafsunya dengan istilah 'asyja'u rajul, atau orang yang paling berani. Ia pernah ditanya oleh Mu'awiyah ra, "Siapa orang yang paling berani?" Amru bin Athtam menjawab, "Orang yang bisa menolak kebodohan dirinya dengan sikap lapang dada yang dimilikinya. Dialah orang yang paling berani." (al-hilm, Ibnu Abi Dunia, 31).

Saudaraku, semoga Allah senantiasa memberi kekuatan iman pada kita.

Apa yang harus kita lakukan untuk mengembalikan kepemimpinan pada diri sendiri? Jawabannya sama dengan apa yang harus kita lakukan ketika berhadapan dengan musuh. Tak ada jalan lain, kecuali diperangi. Para ulama kerap mengistilahkan perang batin ini dengan mujahadah. Perang batin jelas berbeda dengan perang zahir. Musuh di perang zahir dapat dilihat dan tipu dayanya bisa diidentifikasi lewat akal dan penglihatan kita. Tapi musuh batin sungguh jauh berbeda.

Dalam beberapa sisi, perang melawan batin bahkan jauh lebih hebat dibanding perang zahir. Alasannya, medan perangnya ada di dalam diri kita sendiri. Serangan, tikaman dan ledakannya bisa terjadi dalam diri kita, setiap waktu dan bisa bertubi-tubi, walaupun tidak terdengar dentumannya, tapi akibatnya sangat berbahaya. Justru, kebanyakan orang yang mampu mengalahkan musuh, Ia tak mampu menundukkan hawa nafsunya sendiri.

Saudaraku,
Kita akan semakin mengerti, betapa hebatnya perang melawan hawa nafsu yang sulit dideteksi. Seorang pemuda pernah bertanya pada Ustadz Fathy Yakan, juru dakwah terkenal asal Jordania. "Saya gagal, putus asa, tidak sempurna dalam berbagai amal karena saya selalu dihantui perasaan riya." kata pemuda itu. Ia bahkan berniat akan mengurangi amal ibadah dan aktivitas dakwahnya supaya tidak terjerumus pada sikap riya.

Ustadz Fathy Yakan menjawab, "Siapa manusia yang tidak pernah terganggu oleh bisikan riya? Kita manusia. Semua kita mengalaminya." ia lantas mengutip sebuah hadist Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, "Andai manusia tidak melakukan kesalahan niscaya Allah akan datangkan suatu kaum yang melakukan kesalahan kemudian mereka bertaubat dan Allah menerima taubat mereka." (HR. Muslim dan Ahmad).

Tentu saja hadits itu tidak untuk menyepelekan sebuah dosa, termasuk riya. Tapi hadits itu lebih mengarahkan pada dorongan untuk melakukan perbaikan dan taubat. Fathy Yakan mengatakan, "Ibadah dan amal kebaikan itu sendiri merupakan bagian dari terapi yang ampuh atas dosa yang engkau lakukan."

Saudaraku...
Perhatikan bagaimana jawaban Rasulullah yang sangat jelas tatkala ada seorang pemuda bertanya padanya, "Ya Rasulullah, bagaimana jika ada seseorang yang melakukan shalat malam, tapi di waktu siang ia mencuri?" Apa jawab Rasulullah? "Amaluhu yanhahu amma taqulu." Amal ibadahnya akan menghalanginya mencuri. Singkat sekali.

Jawaban ini sama seperti yang pernah dikatakan oleh seorang salafushalih tatkala seseorang bertanya padanya, "Mana yang lebih baik apakah saya melakukan sujud tilawah namun orang-orang melihat saya dan saya khawatir riya, atau saya tidak melakukan sujud sehingga saya terhindar dari riya?" Orang shalih itu menjawab, "Lakukan sujud tilawah dan lawan bisikan syaitan dalam dirimu!"

Saudaraku,
Apa inti jawaban para ulama terhadap rongrongan hawa nafsu itu? Lawan. Jangan pernah menyerah terhadap dorongan negatif hawa nafsu. Ini adalah perang yang tak pernah usai dan tak boleh berhenti. Berhenti atau mengurangi amal dan ibadah, berarti keluar dari lingkup pemeliharaan dan perlindungan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Artinya, seseorang akan cenderung terpuruk lebih jauh dari apa yang dikeluhkan akibat melakukan kesalahan. Ia telah memilih jalan ke arah kesesatan, bukan jalan hidayah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala  menghindarkan kita semua dari pilihan seperti itu.

Saudaraku,
Tentu saja kita harus tetap memikirkan sebab-sebab yang menjadikan kita terjerumus pada suatu dosa. Ini penting karena menurut Hasan al-Bashri, "Seseorang hamba selalu berada dalam kebaikan selama ia mengetahui apa yang merusak amal-amalnya." Ini adalah awal cara untuk mengobati semua masalah, yakni dengan mengetahui sebabnya. Bahkan ini juga merupakan salah satu bagian dari terapi kesalahan kita. Itulah yang diutarakan oleh Wahib bin Wurd, "Inna min shalahi nafsi, ilmii bifasaadihaa..." Sesungguhnya termasuk kebaikan jiwaku adalah pengetahuanku tentang kerusakan jiwaku.

Duhai, betapa indah dan bijaknya nasihat sahabat Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, Ali bin Abi Thalib ra : "Hati ini terkadang memiliki kecendrungan menerima dan terkadang menolak. Bila ia dalam kondisi menerima, ajak ia untuk melakukan ibadah yang sunnah. Tapi bila ia dalam kondisi menolak, ajak dia untuk melakukan yang wajib saja. Sampai kondisi menolak itu hilang, ajaklah kembali ia melakukan yang sunnah."

Saudaraku...
Genderang perang itu telah lama berlalu di sini, di dalam jiwa kita ini. Bersiap siagalah selalu...


Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Salam Santun

 (¯`*•.¸☆☆☆☆♥¸.•*´¯)

Sahabat, saudaraku fillah ..., jika ingin menTag saudara/i yang yang lain dipersilahkan, semoga menjadi jalan kebaikan bagi semua, Jazakumullahu khairan wa barakallahu fiikum.


❀ܓ Cinta Sang Duta Pertama ❀ܓ




بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Kupunya sekeping hati yang ditebari cinta
Karena cinta dia rela menghadapi bertubi derita
Cinta merebut dirimu dengan pengorbanan jiwa
Kan kutebus pula dengan sesuatu diatas jiwa
(Ekspresi cinta para sahabat untuk Al-Musthafa, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)



Bacalah Dengan Nama tuhanmu  Yang Maha Agung.....

 
Ia, bagaikan mawar di rerimbunan suku Quraisy. Wajahnya tampan, begitu masyhur di udara Makkah. Cemerlang pemikirannya bukan lagi rahasia, ia sosok cerdas yang menjadi kebanggaan. Tak sampai di situ, ia anak dari seorang bangsawan dengan gemerlap kekayaan. Sejarah menorehkan anugerah panggilan terhadapnya "Penduduk Makkah yang sangat mempesona". Ia tumbuh menjadi anak kesayangan sang ibunda, anak manja begitu para karibnya menyebut sang pemuda. Namun, apakah mungkin jika selanjutnya kisah kehidupan sang pemuda menjadi sebuah legenda keimanan yang begitu agung gaungnya? Allah sebaik-baik penentu lika-liku kehidupan seseorang. Mush'ab bin Umair.



***



Bukit Shafa, Makkah, senja hari.


Mush'ab gelisah menyusuri setapak jalanan. Sesekali ia menengok kiri dan kanan, memastikan tak ada orang yang mengikutinya. Sampai di rumah Arqam bin Arqam, ia berhenti. Sudah dibulatkan tekadnya untuk menjumpai seseorang yang kelak akan dicinta sampai nafas terhembus dari raga. Perlahan Mush'ab membuka pintu, dan di sana telah duduk sosok yang selama ini hanya mampu ia dengar. Ruangan begitu hening, sementara gemerisik pepasir sahara terdengar mengalun dihantarkan angin. Sesaat kemudian Mush'ab terpaku, lantunan syair syahdu yang begitu indah menyapa merdu gendang telinganya. Mush'ab terbuai, hatinya melembut. Sejenak, Mush'ab serasa mengangkasa, terpesona. "Apakah itu, duhai Muhammad?" tanya Mush'ab setelah bibir manis Rasulullah tak lagi bersuara. "Tadi, adalah Al-Qur'an, firman Allah yang maha benar." "Ya Muhammad, bagaimana caranya aku bisa masuk ke dalam agama yang tengah engkau bawa?"


Saat itu betapa berbunga hati manusia pembawa cahaya pada dunia. Pertanyaan yang dilontarkan Mush'ab begitu menggembirakan Al-Musthafa. Akan bertambah pengikutnya satu kepala. Senyuman sang Penerang mengembang, dengan mantap ia bertutur, "Bersaksilah bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah benar utusanNya."


Dan beberapa pasang mata menyaksikan sumpah setia sang pemuda berparas jelita. Mush'ab bersyahadat. Mush'ab nampak berbeda, sebuah keharuan menjelma. Dadanya turun naik, Nabi bersegera menujunya. Tangan Al-Musthafa terulur ke dada Mush'ab, meredam gejolak cinta yang kian berdentang. Dan ajaib lubuk hatinya kini damai. Keduanya kini berpandangan disaksikan langit yang juga bersuka cita. Mush'ab bin Umair, pemuda gagah keturunan seorang bangsawan Quraisy kini sempurna menjadi seorang muslim.


Sejarah mengisahkan betapa Al-Amin mempercayakan kepadanya sebuah emban. Mush'ab dipilih menjadi seorang utusan. Seorang duta pertama dalam Islam. Ada amanah indah yang harus segera ia tunaikan. Tugasnya mengajarkan tentang Islam kepada kaum Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di Aqabah. Sebuah misi yang tentu saja tidak mudah. Saat itu telah 12 orang kaum Anshar yang beriman.


Mush'ab juga mengemban misi yang lain yaitu mengajak kabilah lain untuk masuk Islam dan mempersiapkan penyambutan hijrah Rasulullah. Ia sungguh tahu betapa berat amanah itu ditanggung. Namun, titah ini terucap dari bibir manis manusia yang ia cinta, yang dipercayainya dan telah melimpahi hatinya cahaya terang benderang. Berbekal cinta, ia menjadi seorang duta kekasihnya, ke Yastrib.



***



Mush'ab memang pemuda kebanggaan, ia berhasil merengkuh hati para penduduk Madinah. Sifat yang ditampakkannya, kejujuran, kezuhudan dan ketulusan telah mengikat banyak perhatian. Ia begitu memahami tugasnya dengan baik. Ia datangi kabilah-kabilah yang bertebaran di Madinah. Setiap rumah, tempat pertemuan, penduduk laki-laki, perempuan, tak luput dari seru syahdu sang Pemuda. Namun tentu bukan tidak ada rintang.


Tak lama berselang, Allah yang Maha Akbar memperlihatkan hasil sebuah usaha sungguh-sungguh Mush'ab bin Umair. Berduyun-duyun manusia berikrar mengesakan Allah dan mengakui Rasulullah sebagai utusan Allah. Jika saat ia pergi ada 12 orang golongan kaum Anshar yang beriman, maka pada musim haji selanjutnya umat muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70 orang laki-laki dan 2 orang perempuan ke Makkah untuk menjumpai Nabi yang Ummi. Madinah semarak dengan cahaya.


Duta pertama pilihan Al-Musthafa sukses tanpa tandingan. Sungguh sebuah keberhasilan yang gemilang.


Di Madinah, sebuah persembahan cinta disematkan untuk Mush'ab bin Umair, karena jasa tak terbilangnya sebagai duta. Dari bibir para penduduk Madinah, setiap guru agama akan disapa sebagai "Al-Mush'ab" bukan lagi al-Ustadz.



***



Kemilau kehidupan Mush'ab berakhir di sebuah bukit. Akhir kehidupannya menjelma semerbak kisah yang menjadi pelengkap sejarah kebanggaan kaum Muslimin. Siapkan hatimu, dan petik banyak hikmah, agar engkau meneladani ekspresi kecintaannya kepada Nabi. Inilah kisah kepergiannya:


Bukit Uhud dalam kecamuk perang.


Mush'ab tampil pemberani di sana. Ketika pasukan muslim lengah dan tercerai berai, dan Rasulullah menjadi sasaran setiap kepala pasukan Quraisy, Mush'ab menjelma sebenar-benar pencinta. Ia mengangkat panji itu setinggi-tingginya dan menggemakan takbir ke jauh angkasa. Tujuannya satu, para kafir itu beralih kepada dirinya. Ia memberi isyarat kepada Rasulullah untuk segera pergi. Mush'ab mengerahkan utuh tenaganya. Melompat, berlari, berputar dan menghujamkan sebilah pedang. Seperkasa apapun Mush'ab, ia tetaplah sendirian. Ujung mata tombak itu menembus dadanya. Mush'ab jatuh direngkuh pepasir Uhud.


Jasad pemberani Mush'ab terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah, seolah-olah wajahnya tak berani melihat bencana yang kan menimpa sosok yang teramat dicintanya atau mungkin karena ia malu mati terlebih dahulu sebelum memastikan keselamatan raga nabinya. Allah yang maha Mengetahui.


Sungguh saat itu Al-Musthafa berdiri tegak di samping tubuh yang telah sunyi. Wajah rembulan Rasulullah berkabut. Ke dua kelopak matanya terselubungi bening cinta untuk sang duta pertama. Ada luruh air mata dan untaian senandung ketulusan untuk Mush'ab yang kini pergi. Sejenak, Rasul Allah terdiam, namun tak seberapa lama, dari bibir semanis madu itu terungkap sekuntum firman Allah,


"Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur..." (QS 33: 23).



Uhud senyap, banyak jasad yang tak lagi sempurna. Di sana Mush'ab bin Umair menyambut syahidnya. Wajah yang mempesona sebelumnya itu kini berdarah-darah. Tubuh tegap yang dulu selalu berpakaian indah dan jelita, sekarang hanya berbalut kain lusuh yang tak lagi utuh. Ada banyak luka di sana, hunjaman tombak, sayatan pedang, tusukan anak panah. Ke dua tangan pemegang panji kebanggaan Islam tak lagi ada, tangannya begitu sempurna dibabat pongah pedang para kafir Quraisy. Dan rambut Mush'ab, rambut kebanggaan yang dahulu selalu wangi misk dan hitam berkilat itu kini hanya terlihat masai. Rasulullah mengenang pemuda tampan kebanggaannya. Pemuda cerdas duta pertamanya.


Di ujung hening, kesedihan kaum Muslim begitu memulun. Pepasir bukit Uhud, merengkuh begitu banyak para syuhada. Al-Musthafa termenung, ia berjalan perlahan melewati para pemberani yang kini telah disambut para bidadari. Detik itu terpetik sebuah sabda indah untuk mereka yang telah melangkah di jalan Allah, sebuah jaminan pasti untuk mereka,


"Rasulullah akan menjadi saksi dihari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah."



Dan selanjutnya kekasih Allah memanggil semua sahabat yang masih hidup untuk sejenak berkumpul. Banyak kepala tertunduk menatap pepasir uhud yang kini berujud merah. Pandangan mereka mengabur karena tersaput selaput basah yang begitu mudah hadir. Sesak dada mereka atas banyak kepergian. Sementara dengan agung, Sang Tercinta melantunkan sebuah alunan permintaan,


"Hai manusia, ziarahilah mereka, datangilah mereka dan ucapkanlah salam. Demi Allah, tidak seorang muslim pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka kecuali mereka membalasnya."



Aduhai Mush'ab bin Umair, salam cinta kami untuk engkau. Keberkahan untukmu Mush'ab yang baik. Kedamaian juga untuk engkau, wahai pencinta Al-Musthafa. Sejahtera atas engkau, wahai Sang Duta pertama. Kami sampaikan salam, semoga engkau mulia di sisi Nya. Amin.


Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

***


Author : era muslim.com
Post  by L.af   on December’ 2011 Dalam damai nan syahdu pesona malam...
 East Borneo, 23:05


Sahabat, saudaraku fillah ..., jika ingin menTag saudara/i yang yang lain dipersilahkan, semoga menjadi jalan kebaikan bagi semua, Jazakumullahu khairan wa barakallahu fiikum.


  =====================
☆♥☆♥☆♥☆♥☆♥☆♥☆♥==================





Minggu, 25 Desember 2011

"✿ܓ Aerobic Hati "✿ܓ




 

Ada apa dengan dunia? Kabarnya selalu mendung tapi tak kunjung hujan, namun justru hawa panas kering yang menerpa. Adakah semua ini akibat dari khilaf dan lupa kita? Pressures, masalah, kekurangan, kesempitan seakan terus menerus menikam dari segala arah. Setiap hari, dari segala penjuru. Usut punya usut, ternyata memang ulah kita sendiri yang banyak lalai, taat tak lagi giat bahkan pikiran isinya hanya urusan syahwat dan nyerempet maksiat, astaghfirullah. Lantas bagaimana mau tenang, jika semuanya diselesaikan dengan urat syaraf?

Persoalan hidup seharusnya menjadikan kita giat menambah ilmu dan seyogyanya kita mengerahkan potensi terbaik kita serta meningkatkan kepiawaian menata hati dalam menghadapinya. Bukan dengan resah, bukan dengan amarah, terlebih lagi menjadi salah arah, tapi semestinya senantiasa melibatkan jiwa muthmainah dan rahmah.

Lebih sering kita menggunakan logika dan metode matematis mekanis untuk menuntaskan persoalan sehingga hasilnya jadi terkesan sadis tanpa perasaan dan hitungannya untung rugi dan kembali lagi soal materi. Memang tidak dilarang memakai logika duniawi dalam menangani masalah, namun tetap harus ditanamkan dalam sanubari bahwa kelembutan dan sentuhan pembinaan adalah uswah yang diperagakan oleh manusia paling sempurna, Rasulullah SAW dalam menghadapi kondisi apapun di dunia ini. Adakah lebih baik segala sesuatu disampaikan dengan sentuhan hati, membina, membimbing dan mengayomi? Seperti layaknya seorang ibu yang mencurahkan kasih sayang terhadap anaknya, penuh kelembutan dan pengertian. Dengan penuh kelembutan seorang ibu menjadi pelindung bagi sang anak, menjadi tempat mengadu, bahkan tanpa kata hanya dengan tatapan lembutnya, jiwa ibu berkomunikasi dengan jiwa anaknya. Hasilnya, keceriaan dan tulusnya tawa sang anak.

Orang bilang ini melow, melankolis, nggak keren, malu-maluin, tapi faktanya inilah yang hilang dari kita. Budaya husnudzhan, menjunjung tinggi silaturahmin, perkuat ukhuwah, saling pengertian, dan kasih sayang untuk mengajak orang bersama membangun kebaikan. Menangis menjadi tertawaan, karena dinilai cengeng, padahal sesungguhnya saat ini kita seharusnya menangis. Karena kondisi kebersamaan kita telah digerogoti oleh virus-virus fitnah dan curiga, kekuatan daya juang kita melemah karena ia tidak lagi ditopang oleh misi hidup tertata sesuai dengan konsep ilahiah yang penuh nuansa kebersamaan dan tausiyah. Motivasi kita lembek dan kita memilih menjadi pengemis materi. Maaf, tapi ini faktanya.

Mungkin sudah saatnya kita duduk bersama, bercengkerama seperti dulu, berdiskusi tanpa beban, menasehati tanpa menekan, saling berbagi suka duka. Agar hilang semua resah sehingga pecahlah semua masalah. Mari kita semua mulai dengan mengintrospeksi diri, nilai semua celah kesalahan, kalkulasi kekhilafan, catat semua kekurangan. Lalu mohonkan ampun kehadirat-Nya, sujudkan jiwa kehadapan Sang Maha Agung, basahi bibir dengan zikir istighfar. Sekali lagi paksa diri untuk senantiasa melantunkan istighfar. Jangan sedikitpun beri kesempatan diri untuk mengulangi diri terperosok ke lubang kebinasaan yang sama.

Ternyata dengan kesulitan hati menjadi lentur, tarik ke kanan ke kiri, tekan atas dorong dari bawah. Hati yang terlatih pasti akan menjadi kuat, ia menjadi tahan guncangan, sehat wal afiat. Bahkan hati yang sudah terlatih mampu mengatasi masalah tanpa amarah.

Masalah apapun yang kita hadapi sesungguh adalah sekolah bagi jiwa dan hati kita. Katakan pada diri, bahwa setiap episode kehidupan mampu menjadikan diri kita menemukan kita yang sebenarnya. Walaupun berat tapi ampuh dan mujarab untuk menjadikan kita lebih kuat dan taat. Maka, berupayalah untuk meningkatkan kedekatan diri kita kepada-Nya, kenali kelemahan diri, upayakan sekuat hati menegakan semangat renovasi jiwa dan perbanyak menebar kebaikan dan amal soleh. So, masalah? Siapa takut.

***

Sesungguhnya kesulitan ini kunci jalan keluarnya ada di kita sendiri, keberkahan sesungguh ada di dekat kita. Tugas kitalah untuk menemukannya.
www.eramuslim.com

 





✿ܓ Sebuah Catatan: Untuknya, Surga Pun Menaruh Rindu~ ✿

ܓ    Sebuah Catatan: Untuknya, Surga Pun Menaruh Rindu~ ܓ   

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

 “…Bak sejuknya tanah gersang yang kembali subur setelah dentuman hujan, bak cerahnya dedaunan muda yang indah menghijau bersemi, bak syahdunya kicauan burung menyambut mentari di pagi nan cerah, begitulah pula datangnya kuncup bahagia di hati sang wanita yang setelah menanti lalu mendengar jawaban lelaki itu. Terkikis sudah senandung cemas yang terbalut penuh harap…”
****


wanita ini adalah wanita pendamba surga. Kami dapati bahwa dia adalah wanita yang menenangkan hati sang kekasih. Dia temani belahan jiwanya dalam suka, bahagia,duka dan nestapa. Kami saksikan pula bahwa dialah wanita bijaksana nan cerdik. Pula, ia adalah keturunan bangsawan kaya dan menjadi incaran banyak lelaki.<span>


>>Percikan Kerinduan dari Sucinya Hati. . .


Seperti wanita umumnya, kami dapati bahwa ia amat merindukan seorang sosok yang akan menjadi teman hidupnya. Ia membutuhkan sosok yang akan menemaninya mengarungi bahtera kehidupan.


Berjumpalah wanita ini dengan lelaki dengan kepribadian yang diidam-idamkan wanita. Lelaki yang ia temui begitu agung lagi berakhlak mempesona. Lelaki tersebut tidak seperti laki-laki yang ia temui pada kaumnya. Lelaki itu begitu menenangkan kala dipandang dan tutur katanya jujur dan menarik perhatian. Berwibawa dan menjaga harga diri.


Berkecamuklah rasa di dada. Tersemburatlah gelora asmara. Langit-langit hati sang wanita tengah menghujankan bibit-bibit cinta. Sebuah rasa yang tak diundang dan tak ingin berlalu begitu saja.


Namun begitu, terbesit pikiran yang mengusiknya. Akankah pemuda dengan kebeningan hatinya tersebut mau menikahinya yang telah berumur kepala empat?


Saat bingungnya mendengung, kami dapati rekan wanitanya datang mengunjungi. Rekannya mampu menangkap semburat rasa yang terpendam hingga wanita itu mencurahkan kegalauan hati dan perasaannya. Rekannya pun berhasil menenangkannya bahwa ia adalah wanita cantik dan memiliki kemuliaan nasab. Siapakah gerangan lelaki yang tak mau melamar wanita idaman sepertinya?Bergegaslah rekan wanita itu menemui sang lelaki seperti yang dipinta sang wanita. Setelah bertemu, rekan wanita tersebut berkata kepada laki-laki itu:

“… apa yang menyebabkan kau tidak menikah?”


Lelaki itu adalah orang yang fakir lagi yatim piatu. Sang ayah meninggal ketika ia dalam kandungan. Dan ketika masih kecil, ia pun ditinggal meninggal oleh sang ibu.Ia menjawab:

“tidak ada sesuatu yang bisa saya gunakan untuk menikah”.

Rekan wanita tersebut tersenyum sambil bertutur:

“sekiranya engkau diberi dan diminta menikahi wanita yang berharta, rupawan, mulia dan cukup, apakah engkau mau menerimanya?”

Laki-laki itu kemudian berkata:

“siapa?”


Rekan wanita itu kemudian menyebutkan nama sahabatnya yang tengah dirundung oleh besarnya pengharapan. Wajar memang karena wanita begitu dominan dalam hal perasaan.Gayung pun bersambut indah. Setelah mendapat nama wanita yang memang ia sangat kenal, lelaki tersebut kemudian berucap:


“kalau dia setuju maka saya terima”.

Subhanallah..

Lampu hijau terlihat jelas menandakan akan dimulai proses selanjutnya. Mendengar ucapan tersebut, rekan wanita itu pun kembali menemui sahabatnya untuk menebar wewangian kabar bahagia yang baru saja didengarnya.Betapa riangnya wanita kita ini setelah mendapat berita.


Bak sejuknya tanah gersang yang kembali subur setelah dentuman hujan, bak cerahnya dedaunan muda yang indah menghijau bersemi, bak syahdunya kicauan burung menyambut mentari di pagi nan cerah, begitulah pula datangnya kuncup bahagia di hati sang wanita yang setelah menanti lalu mendengar jawaban lelaki itu. Terkikis sudah senandung cemas yang terbalut penuh harap.


Aduhai pena kami pun semakin bersemangat menarikan goresannya.Sang lelaki pun mengabarkan kepada paman-pamannya agar segera melamar sang wanita, walaupun sang wanita telah menjanda. Iya benar, wanita itu telah menjanda. Suami pertamanya meninggal kemudian wanita itu cerai dengan suami kedua. Namun itu bukanlah sebuah aib. Bukan pula sebuah cela. Adalah skenario dari Allah yang telah menetapkan yang terbaik bagi hamba-Nya. Tak ada yang mampu keluar dari rel takdir.


>Rajutan Tali Pernikahan Nan Pernuh Berkah. . .


Paman lelaki itu datang melamar sang wanita di hadapan pamannya. Maklum, ayah wanita kita ini telah wafat. Mahar dan penentuan akad nikah pun dibicarakan. Disepakati mahar kepada wanita itu berupa lembu dua puluh ekor.Di hari pernikahan, ijab kabul tengah berkumandang.


Lengkaplah sudah kebahagiaan yang menyelimuti sepasang kekasih. Sempurnalah mekar indah pucuk asmara. Telah tiba saatnya biduk harus berlayar di samudera kehidupan. Terhempas sudah karang-karang penantian yang bertengger di taman hati. Adakah jalinan yang indah selain jalinan dan untaian tali pernikahan?Adakah letupan-letupan cinta yang lebih menenteramkan hati sepasang muda-mudi selain dalam ikatan ini?Adakah hubungan yang lebih menabung kebaikan selain hubungan sah secara syar’i?


Aduhai, kami telah tertampar. Kami tertampar pedas oleh pena kami sendiri agar bersegara menyempurnakan separuh din.


>>Saatnya Mengayuh Biduk di Samudera Kehidupan. .


Dan wanita itu pun benar-benar menunjukkan dirinya sebagai wanita yang piawai me-manage perasaan dan alur lalu lintas permasalahan yang mungkin menyerang masing-masing pasangan. Ia tunjukkan sayang nan cinta kepada pangeran hatinya.


Kami dapati bahwa ia adalah wanita dengan mata air kasih yang bercucuran penuh keseejukkan, penuh kelembutan dan kebaikan.Dialah kekasih hati yang menjadi tumpahan berkeluh kesah. Dialah sosok yang nyaman sebagai sandaran bagi sang suami kala raga begitu letih mengarungi dunia luar rumah sekaligus gelanggang dakwah. Sungguh begitu agung nan mulianya wanita ini. Cara pandangnya luas dengan visi yang jauh ke depan. Begitu membantu sang suami dari segi harta maupun spirit.


Suaminya pun adalah orang pilihan yang telah ditetapkan Allah. Kami dapati bahwa dia adalah lelaki yang agung nan mulia pula. Begitu banyak ujian yang lelaki ini alami hingga menjadikan sedih dan gulana. Begitu banyak cercaan dan siksaan yang ia hadapi dari orang-orang yang amat membencinya. Begitu banyak makar dan propaganda untuk membunuhnya. Dan memang demikianlah sunatullah bagi orang-orang yang menyebarkan agama Tuhannya. Akan selalu ada badai yang siap menghantam perjuangan di jalan keimanan.


Ia menyaksikan darah mengalir. Ia menyaksikan pedang terlalu sering beradu. Ia menyaksikan jasad-jasad terbujur kaku. Kami dapati lelaki itu mengalami beberapa kemenangan dan pula kekalahan. Ia saksikan kawan-kawannya terbunuh.


Dialah lelaki yang menebarkan wewangian pesona agama kita yang mulia. Dialah sosok yang tiada pamrih. Tiada ingin dipuja atau dipuji. Dialah sumber kebaikan. Duh, mata pena kami berkaca dan bergetar menuliskan tentangnya.Pantas saja Allah telah menganugerahkan wanita mulia nan brbudi luhur teruntuk lelaki itu. Allah mempersatukan dua kemuliaan untuk memenangkan agama-Nya di muka bumi.


Allahu akbar. .

Allahu akbar…


Begitu mulianya dua insan itu.Pena kami kembali membulirkan air matanya karena kemuliaan mereka.Wahai pena. Kabarkanlah bahwa kami begitu rindu untuk bertemu.


>>Telah Tiba Saatnya Berpisah. . .


Kami kabarkan kembali bahwa wanita kita ini adalah nikmat Allah yang besar bagi sosok lelaki itu. Mereka arungi bahtera cinta selama seperempat abad. Telah berlalu sejuta kenangan. Wanita itu menghibur kecemasan suaminya, memberikan dorongan di saat-saat paling kritis, menyokong penyampaian risalah Tuhannya dan selalu membela pujaan hatinya dengan jiwa, raga dan hartanya.Telah tiba saatnya kita akan berpisah dengan wanita berbudi luhur itu. .Telah tiba saatnya wanita itu harus meninggalkan sang kekasih karena malaikat maut sedang melaksanakan titah Rabb-Nya.

Dan selanjutnyaaaaaa.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. . .

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. . .

Selamat jalan wahai wanita yang melambangkan kesetiaan. .

Selamat jalan jiwa yang tenang. .

Selamat jalan duhai wanita yang berhati lembut di tengah lembah kekerasan. .

Selamat jalan wahai wanita teladan yang mengagumkan. .

Selamat jalan wahai engkau yang membela kemuliaan islam. .

Selamat jalan engkau wahai istri yang arif nan bijaksana. .

Selamat jalan wahai engkau ibunda kaum muslimin, KHADIJAH BINTI KHUWAILID. .


Wahai Bunda,.Kepergianmu telah meninggalkan duka dan sedih bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.. Bagaimana tidak, suka yang terkomposisi duka telah dicicipi bersama di arena kehidupan. Sungguh pilu hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ditinggal belahan jiwanya..


Tahukah engkau wahai Bunda, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyanjungmu di depan ‘Aisyah sehingga ‘Aisyah pun cemburu.‘Aisyah bertutur di tengah cemburu yang menggebu nan melanda:


“tidaklah aku cemburu atas seseorang dari istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kecemburuanku atas Khadijah, sedangkan aku belum melihatnya sama sekali. Tetapi Rasul sering menyebutnya dan kadang-kadang beliau menyembelih seekor kambing lalu memotong-motongnya kemudian mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah. Sehingga kadang-kadang aku berkata kepada beliau:


“sepertinya di dunia ini tak ada wanita kecuali Khadijah.”
[1]

Subhanallah.


Begitu cintanya Nabi kami padamu, wahai Ummul Mukminin. Dan memang engkau amat pantas mendapatkannya walau ‘Aisyah memiliki kecantikan dan kepandaian.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memenuhi janjinya bahwa beliau tak akan menduakanmu selama engkau masih hidup dan walau usiamu telah lanjut. Kami mengetahui pula bahwa engkau bertabur putri-putri mulia yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Mereka adalah pembela setia suamimu. Begitu abadi cintanya.


Engkau wahai Bunda, seperti yang kami dapati dalam kitab Nisa’ Fii Hayati al-Anbiya bahwa Rasulullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata sambil memujimu:


“wanita penghuni surga yang paling mulia adalah Khadijah binti Khuwailid.”
[2]


Pula dalam kitab yang lain yaitu Nisaa’ Haular Rasul war Radd ‘ala Muftariyaat al-Musytasyriqin , kami dapati pula pujian untukmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


“sebaik-baik wanita di bumi di masanya adalah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita di bumi di masanya adalah Khadijah binti Khuwailid”
[3]


Wahai Bunda, keteguhanmu mendapat limpahan karunia dari Allah. Engkau memiliki andil besar dalam perubahan peradaban bagi para wanita.


Inilah surga Allah menaruh rindu untukmu. Allah dan malaikat Jibril pun menitipkan salam hangat dari langit ke-tujuh untukmu. Dan kepadamu, Allah telah menyediakan rumah istana dari permata. .

subhanallah


Kami dapati dalam kitab ar-Rahiq al-Makhtum bahwa Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:


“wahai Rasulullah. Inilah khadijah, dia telah datang membawa bejana, di dalamnya ada lauk pauk, makanan atau minuman. Sekiranya dia nanti mendatangimu maka sampaikan salam Rabbnya kepadanya serta beritakan padanya kabar gembira perihal istana untuknya di surga yang terbuat dari mutiara, yang tiada kebisingan maupun rasa lelah di dalamnya.”
[4]

Akhirnya. . .




selamat menikmati rumah istana dari mutiara.. selamat jalan ibunda orang-orang beriman. .Biarlah kami senantiasa mengenangmu di kedalaman qolbu. . Menyerap semangatmu yang terbit seiring fajar. .Dan lihatlah namamu ada dalam benak setiap muslimah. . Walaupun tak sesempurnamu, kami harap wanita-wanita kami mampu merengkuh keteladananmu di jalan ilmu. . .


Sekian,
Dari seorang lelaki yang berusaha meneladani kekasihmu tercinta di atas manhaj salaf,

FACHRIAN ALMER AKIERA
(Yani Fachriansyah Muhammad as-Samawiy)
Mataram, di siang nan cerah secerah hati, ilmu dan akhlak orang-orang yang beriman.
(26 rajab 1431 H/ 09 juli 2010 M).
Subhanaka allahumma wabihamdika asyhadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika..
________


Posting By, L.af on Desember’ 2011.... 03.30 am, Dalam hamparan tasbih semesta yang memukau raga dan jiwa, dalam kesenyapan suara insan, dalam jernihnya nuansa yang bening, dalam harmoninya paduan suasana alam raya, dalam buliran mutiara harapan, dalam tetesan embun murni kerinduan berharap berjumpa dengan mu wahai Ibunda kaum Mu’minin ................,


~~~~~ Mari menyelami samudra kehidupan Ibunda kita agar mendapati Mutiara berkilauan yang menjadi hiasan akhlaq yang mempesona bagi setiap jiwa yang memandangnya, walau berbalut keterbatasan, walau berselimut dengan kealpaan ... mari kita berjuang merajut dan menyulam kehidupan kita dengan seindah perangai agar menjadi goresan tinta yang akan dikenang walau itu bukan tujuan, tapi hanya keRidho-an Nya yang kita harapkan agar Tempat Terindah yang keindahannya tak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga bahkan terbesit didalam dada kita masuki dalam damai yang dipenuhi Rahmat-Nya...... kini lantunan Dzikir semesta samar terdengar dikejauhan surau ..... para bilal ingin memanggil untuk mengistirahatkan jiwa, ..... wahai jiwa dengarlah panggilan ini mari Istirahatkan jiwa kita dari penatnya ia berkubang dari dunianya................

بسم الله الرحمن الرحيم
{
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3) }

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

{1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.}


________
Endnotes:
[1] Lihat takhrijnya dalam kitab Nisaa’ Haular Rasul War Radd ‘ala Muftariyaat al-Musytasyriqin hal. 110-111
[2] HR. ahmad dan al-Hakim. Dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no: 1508
[3] HR. al-Bukhari (IV/230)[4] HR. al-Bukhari (I/539)
________
Referensi:
1. Kitab ar-Rahiq al-Makhtum karya syaikh shafiyyurrahman al-Mubarakfury . Penerbit Darul haq (2008), Cetakan X halaman 74-75 dan 161-162.
2. kitab Nisaa’ Haular Rasul War Radd ‘ala Muftariyaat al-Musytasyriqin karya Syaikh Mahmud Mahdi al-Istambuli dan Syaikh Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi . Penerbit Maktabah Salafy Press (2009), cetakan VII halaman 35-46 dan 110.
3. kitab Nisa’ Fii Hayati al-Anbiya karya Syaikh Ibrahim Mahmud Abdul Radi . Penerbit Malmahira (2009), Cetakan I halaman 357-369.
4. Buku Seorang Ibu: Sebuah Dunia Penuh Cinta karya Amatullah Shafiyyah . Penerbit Gema Insani Press (2002), Cetakan I halaman 24-30.



ALaM GuRu Ku.....

ALaM GuRu Ku.....
BejalaR lah....