*** IBADAH TERAGUNG DALAM SEJARAH ***
Alhamdulillah
washolatu a’la Rosulillah.
Sahabat perindu Hidayah dalam
Semangat dan tegarnya sinaran siang hari yang barokah ini kembali menyapa kita dengan
segala pesona ketundukannya pada Dzat yang memiliki Al- asma’ul husna,
Mari kita menengok .... ibadah teragung dalam sejarah
peradaban..>>>>>
Hidup di dunia adalah hidup yang
sementara. Sungguh indah apabila kita menjadi hamba Allah yang benar-benar
mulia. Tidaklah kita diciptakan di dunia ini kecuali hanya untuk beribadah
kepada Allah subhanahu wa
ta’ala.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
{ وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ }
Artinya: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” (QS Adz-Dzariyat : 56)
Jika kita tahu bahwa tujuan hidup di
dunia ini adalah hanyalah untuk beribadah kepada Allahsubhanahu wa ta’ala,
maka sudah seharusnya kita benar-benar dapat meluangkan waktu kita untuk
beribadah kepada-Nya.
Ibadah-ibadah sangatlah banyak
jumlahnya. Kira-kira, ibadah apakah yang paling agung dalam sejarah manusia?
Apakah shalat? Ataukah sedekah? Ataukah
berbakti kepada kedua orang tua? Ataukah ibadah lain?
Allah subhanahu
wa ta’ala memerintahkan seluruh manusia di dalam
Al-Qur’an dengan firman-Nya:
{ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ }
Artinya: “Wahai manusia! Sembahlah Rabb (Tuhan)
kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian
bertakwa.” (QS Al-Baqarah : 21)
Apa arti kata “U’buduu/sembahlah”
pada ayat di atas?
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata:
(كُلُّ مَا وَرَدَ فِيْ الْقُرْآنِ مِنَ الْعِبَادَةِ فَمَعْنَاهَا التَّوْحِيْدُ.)
Artinya: “Setiap (kata) yang ada di
dalam Al-Qur’an yang berarti ‘penyembahan’, maka maknanya adalah bertauhid
(kepada Allah).”[1]
Dengan demikian, sekarang kita telah
sama-sama mengetahui bahwa ibadah teragung tersebut adalah tauhidullah (bertauhid
kepada Allah).
Apa arti tauhid?
Menurut bahasa Arab, “tauhid” berarti
menjadikan sesuatu menjadi satu saja. Sedangkan menurut Islam, tauhid adalah
menyerahkan ibadah dengan ikhlas hanya untuk Allah dan tidak dicampuri dengan
kesyirikan.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
{ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ }
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat” (QS
Al-Bayyinah : 5)
Pentingkah tauhid?
Para ulama memisalkan tauhid dengan
pondasi atau asas suatu bangunan. Apabila pondasinya tidak kokoh, maka percuma
saja membangun bangunan yang tinggi, lambat laun bangunan tersebut akan roboh
juga. Berbeda dengan bangunan yang berpondasi kuat, setinggi apapun bangunan
yang didirikan, maka dia akan tetap kokoh.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
”Barangsiapa yang berkeinginan untuk membangun bangunan yang tinggi, maka
perkara yang wajib dilakukannya adalah memperkuat dan memperkokoh pondasi
bangunan tersebut disertai dengan pengawasan yang ketat. Karena, tingginya
sebuah bangunan itu tergantung pada kekuatan dan kekokohan pondasi bangunan
tersebut.
Apabila keseluruhan amal dan derajat
adalah bangunan, maka pondasinya adalah iman…Orang yang tahu (berilmu), dia
akan berusaha untuk menguatkan dan memperkokoh pondasi bangunannya. Sedangkan
orang yang jahil (bodoh), (dia akan terus) meninggikan bangunannya tanpa
(memperhatikan) pondasi bangunannya. maka kemungkinan besar yang akan terjadi
adalah ambruknya bangunan tersebut.”[2]
Oleh karena itu Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an:
{ أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.}
Artinya: “Maka apakah orang-orang yang
mendirikan bangunannya di atas dasar takwa kepada Allah dan ke-ridha-an-(Nya)
itu yang lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi
jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengannya ke dalam
neraka Jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang
zalim. (QS At-Taubah : 109)
Di dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wa
ta’ala membuat permisalan tentang orang yang berpegang teguh dengan tauhid dan
kalimat ‘Laa ilaaha
illallaah’ dengan sebuah pohon yang memiliki akar
yang kuat dan batangnya menjulang ke langit dengan kokoh serta selalu
memberikan manfaat setiap waktu. Berbeda dengan orang yang tidak bertauhid,
Allah subhanahu wa ta’ala memisalkannya
dengan tanaman yang jelek.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
{ أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ (24)
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (25) وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ (26)}
Artinya: “ (24) Tidakkah kamu perhatikan
bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang
baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (25) Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabb (Tuhan)nya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
(26) Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah
dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, dia tidak dapat tetap (tegak)
sedikitpun. (QS Ibrahim : 24-26)
Itulah perumpamaan orang yang bertauhid
dengan orang yang tidak bertauhid kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Sekarang ini banyak manusia terlalaikan dengan dunia dan banyaknya syubhat yang
diterima, sehingga mereka merasa tidak perlu lagi untuk belajar ilmu tauhid. Subhanallah,
siapa yang bisa menjamin bahwa mereka telah aman dari dosa syirik, lawan dari
tauhid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri sangat takut jika para sahabanya terjatuh pada kesyirikan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan
doa berlindung dari kesyirikan kepada orang terbaik umat ini, Abu Bakr
Ash-Shiddiq, sebagaimana tercantum pada hadits berikut:
عن مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ يَقُولُ : انْطَلَقْتُ مَعَ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- إِلَى النَّبِيِّ
-صلى الله عليه وسلم-، فَقَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ ، لَلشِّرْكُ فِيكُمْ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ : وَهَلِ الشِّرْكُ إِلاَّ مَنْ جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ -صلى الله عليه وسلم-: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَلشِّرْكُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ، أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى شَيْءٍ إِذَا قُلْتَهُ ذَهَبَ عَنْكَ قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ ؟ قَالَ : قُلِ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ.
Artinya: Diriwayatkan dari Ma’qil bin
Yasar, dia bercerita, “Saya pernah pergi menuju Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersama
Abu Bakr. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Abu Bakr! Sesungguhnya
kesyirikan yang ada pada diri kalian lebih samar daripada semut (yang gelap).’
Abu Bakr radhiallahu
‘anhu pun berkata, ‘Bukankah yang dimaksud
dengan syirik adalah jika seseorang menjadikan sembahan selain (Allah)?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
‘Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya! Kesyirikan lebih samar daripada semut.
Apakah engkau mau saya tunjukkan sesuatu yang jika engkau mengatakannya, maka
kesyirikan akan terhindar darimu, sedikit maupun banyak?’ Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
‘Katakanlah: Allaahumma
innii a’uudzu bika an usyrika bika wa ana a’lam, wa astaghfiruka limaa laa
a’lam. (Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu
dari berbuat syirik kepada Engkau sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon
ampun kepada Engkau atas apa yang tidak aku ketahui.’.”[3]
Subhanallah inilah doa yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam agar kita terhindar dari kesyirikan.
Para ulama juga menyebutkan –ketika
menjelaskan hadits ini- bahwa seseorang bisa saja menjadi seorang musyrik
(pelaku kesyirikan) sedangkan dia tidak ketahui atau tidak sadar. Allahua’lam.
Siapakah di antara kita yang lebih afdhal dari
para Sahabat Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam? Tentu tidak ada. Akan tetapi
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata dan mewanti-wanti mereka dengan
sabdanya:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ ؟ قَالَ : الرِّيَاءُ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ : يَوْمَ تُجَازَى الْعِبَادُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاؤُونَ بِأَعْمَالِكُمْ فِي الدُّنْيَا ، فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً.
Artinya: “Sesungguhnya yang paling saya
takutkan pada diri kalian adalah asy-syirk al-ashghar(syirik
kecil). Kami (Para sahabat) pun berkata, “Ya Rasulullah! Apakah asy-syirk al-ashgharitu?”
Beliau pun menjawab, “Dia adalah riya’.
Sesungguhnya Allah subhanahu wa
ta’ala berkata di hari pembalasan terhadap
amalan-amalan manusia: Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian riya’-i
dengan amalan-amalan kalian di dunia! Lihatlah apakah kalian mendapatkan
balasannya?”[4]
Beliau ‘alaihissalam sangat
takut bila terjatuh kepada perbuatan syirik, sehingga beliau berdoa dengan doa
yang diabadikan Allah di dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ (35)
Artinya : ”Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
berkata: “Ya Rabbi (Tuhanku)! Jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri
yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah
berhala-berhala.” (QS Ibrahim : 35)
Oleh karena itu, kita harus lebih takut
apabila kita terjatuh kepada kesyirikan daripada mereka. Tetapi hal ini banyak
disepelekan oleh kebanyakan orang.
Oleh Karena itu, kalau kita melihat
dakwahnya seluruh Rasul, maka kita akan mendapatkan bahwa mereka semua
mendakwahkan tauhid, yaitu agar manusia hanya menyembah kepada Allahsubhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
{ وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ }
Artinya: “Dan telah kami utus pada
setiap umat seorang Rasul untuk memerintahkan: Sembahlah Allah dan jauhilah
thagut!” (QS An-Nahl : 36)
Dan juga firmannya:
{ وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }
Artinya : ”Dan Sesungguhnya Telah
diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu
mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Az-Zumar : 65)
Contoh yang harus diteladani kaum
muslimin adalah Nabi kita sendiri, Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau tidak pernah meninggalkan dakwah tauhid padahal beliau adalah seorang
yang bertauhid. Beliau tidak pernah melupakan dakwah tauhid meskipun beliau
berada dalam kepungan kaum musyrikin Mekah.
Beliau juga tidak pernah berhenti
membicarakannya meskipun beliau berada di kota Madinah dan hidup di antara para
sahabatnya yang senantiasa menolongnya.
Oleh karena itu, meskipun umat ini telah
mencapai derajat kesempurnaan dalam kesadaran mentauhidkan Rab-nya, kekurangan
itu pasti akan muncul juga dalam diri manusia.
Kekurangan yang paling keji adalah
kekurangan dalam keikhlasan dan dalam penyepelean tauhid. Oleh karena itu,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah diam untuk memperingatkan
akan bahaya syirik sampai tiba hari-hari menjelang wafatnya. Padahal pada saat
itu umat muslimin telah sampai kepada derajat tertinggi dalam mentauhidkan Rabb
mereka dan juga dalam persatuan di antara mereka.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ: لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا.
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ketika dia sakit
yang mengakibatkan wafatnya, “Mudahan Allah melaknat orang-orang Yahudi dan
Nasrani, karena mereka telah menjadikan kuburan-kuburan para Nabi mereka
sebagai masjid.”[5]
Subhanallah! Inilah Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau sangat takut jika umatnya terjatuh kepada
kesyirikan setelah beliau wafat.
Dengan demikian, mudah-mudahan kita bisa
sama-sama menyadari bahwa ilmu tauhid sangat penting untuk dipelajari.
Wallahu
a'lamu bi al-shawab.
(Diringkas dari berbagai sumber)
[1] Tafsir
Al-Baghawi I/71.
[2] Al-Fawaid
hal. 155-156. Ibnul-Qayyim.
[3] HR
Al-Bukhari di Adabul-Mufrad no. 716. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Shahih Adabil-Mufrad.
[4] HR
Ahmad di Musnadnya no. 23630 dan yang lainnya. Isnadnya dinyatakan shahih oleh
Syaikh Syu’aib.
[5] HR
Al-Bukhari no. 1330
Author : Ustadz Abu
Ahmad Said Yai
Post By L.af 0n Jan’ 2012